Samin Masih Adakah?

Wong SAMIN merupakan salah satu dari sekian komunitas samin lainnya yang masih ada,khususnya yang terletak di Dusun Jepang Desa Margomulyo Kabupaten Bojonegoro. Namun orang lebih suka menyebutnya sebagai suku SAMIN,hal ini berdasar pada kehidupan mereka terdahulu di era penjajahan Belanda,dimana suku SAMIN merupakan kelompok orang-orang yang menentang kebijakan pemerintahan Belanda kala itu.Adalah Soerosentiko (nama asli R. Kohar yang masih keturunan bangsawan) beliau adalah pemimpin pergerakan yang menentang segala kebijakan pemerintahan Belanda. Salah satu upaya dalam menolak kebijakan yang ditetapkan adalah; Mereka menolak untuk membayar pajak,begitu juga dengan segala aturan-aturan yang dibuat oleh Belanda tak satupun terpenuhi oleh Soerosentiko beserta pengikutnya. Selain dikenal dengan perjuangannya SAMIN juga dikenal dengan ajaran-ajaran yang diwejawantahkan oleh Soerosentiko, dimana ajaran-ajaran tersebut mengajarkan tentang nilai-nilai yang seharusnya dijalankan oleh setiap manusia dalam menjalankan kehidupan. Nilai-nilai tesrebut antara lain; kejujuran, berucap sesuai dengan apa yang dilakukan, saling mengasihi dan hisdup bergotong royong.

Bapak Harjo Kardi ataulebih dikenal dengan Mbah Harjo adalah cucu dari Soerosentiko sendiri menegaskan bawasannya SAMIN bukanlah suku, melainkan SAMIN berasal dari bahasa sami-sami (BAHASA INDONESIA : sama-sama) hal ini bermula dari cerita disaat Soerosentiko ditangkap oleh Belanda yang menginginkankan kematiannya.Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh Belanda saat itu diantaranya,menangkap Soerosentiko yang kemudian dibuang ke laut, namun hal tersebut malah membuat pihak Belanda terkejut karena Beliau (Soerosentiko ) masih hidup seiring dengan datangnya rombongan yang membawa Soerosentiko ke laut ,upaya berikutnya ditangkapnya kembali Soerosentiko untuk dibunuh langsung dengan cara ditembak namun sebaliknya istri dari si penembak (ndoro assisten) yang mengalami kesakitan dan Soerosentiko maish hidup.Belanda masih berupaya bagaimana Soerosentiko mati sehingga ada upaya lain yaitu dengan meracun Soerosentiko melalui minuman yang disuguhkan oleh ndoro assisten (antek belanda) dan sebelum meminumnya ,Soerosentiko bertanya kepada ndoro asisten : ”Wedang iki rasane opo enak..? (Minuman ini apakah rasanya enak ? dan ndoro assisten menjawab : “Enak..” lalu diminumnya oleh Soerosentiko (menurut cerita minuman tersebut rasanya benar-benar enak)padahal minuman sebelumnya sudah beracun dan setelahnya Soerosentiko berkata kepada Ndoro assisten ; ”la iyo sami-sami enome, sami-sami sepuhe, sami-sami jowoe koq podo rame”(koq bisa sama-sama seusianya ( muda dan tua) dan juga sama-sama orang Jawa koq tidak rukun).Kata sami-sami (sama-sama) inilah yang menjadi “judul’ bagi Belanda untuk menyebut Soerosentiko beserta pengikutnya adalah orang SAMIN yang bermula dari kata SAMI yang dikenal hingga sekarang.

Kini SAMIN sudah bukanlah seperti yang dikenal oleh orang-orang sebelumnya,dimana mereka adalah seklompok orang yang menyendiri (bersuku) seperti yang disebut oleh kalangan luar. SAMIN adalah sebuah ajaran mengenai prilaku kehidupan yang patut untuk dijalankan yang didalamnya penuh dengan ajaran mengenai kejujuran, tanpa pamrih, tidak sombong dan hidup bergotong royong. Dusun Jepang terdapat 250 KK dengan jumlah 400 jiwa, 100 jiwa diantaranya berpegang teguh dengan ajaran Soerosentiko (SAMIN) mereka sudah berbaur dengan masyarakat pada umumnya. Mereka tidak memliki ciri khusus (baik dari cara berpakaian maupun bicara) bagaimana seseorang dapat disebut sebagai kelompok SAMIN,namun hal ini dapat dirasakan dari bagaimana mereka menjalankan hidupnya dalam keseharian yang syarat dengan kejujuran dan kegotongroyongan. Mata pencaharian mereka 90 % adalah bercocok tanam (jagung), selebihnya beternak (Pihak Pemerintah Daerah setempat sudah memberikan binaan dengan membangun kandang dan 10 ekor sapi untuk diberdayakan yang danaya berasal dari APBN).

Dengan melihat kondisi saat ini masih banyak peran pemerintah yang dibutuhkan. Karena SAMIN bukan sekedar sekelompok orang yang menganut sebuah ajaran kehidupan namun selebihnya adalah terdapat budaya lain yang berpotensi untuk dikembangkan salah satunya mengangkat potensi wisata yang nantinya sebagai wisata Budaya. (Kukuh/Dosen I-Kom)

Bertita Terkini

Tingkatkan Kebersamaan, BEM FAI UMSIDA Adakan Kegiatan Upgrading dan Rapat Kerja untuk Mahasiswa se-FAI
December 4, 2023By
BEM FAI UMSIDA Gelar Pelantikan Akbar: Bangun Konsistensi Moral dalam Kepemimpinan
December 4, 2023By
Bupati HIMA PBA UMSIDA Laksanakan Sertijab dan Lpj kepada Kepengurusan HIMA PBA 2023/2024
December 4, 2023By
Puncak Festival Arobiy, Prodi PBA Gelar Seminar Nasional
November 30, 2023By
Hari Ketiga IVSC 2023, Dilanjut Dengan Vertical Movie Competition
November 24, 2023By
Selamat! Mahasiswa Ikom Umsida Borong 3 Kategori Penghargaan Di IVSC 2023
November 15, 2023By
Tim Asesor BAN-PAUD Jatim Lakukan Visitasi Akreditasi TK PKK Dewi Sartika Balerejo 02
November 8, 2023By
Mahasiswa Prodes Umsida Adakan Lokakarya Kearifan Lokal di SMPN 1 Kemlagi
November 6, 2023By

Prestasi

Sesuai Target, Mahasiswa Ikom Sabet Tiga Medali Emas Cabor Renang Pada Pomprov Jatim 2023
July 23, 2023By
Seimbangnya Pengetahuan dan Skill Menjadi Kunci Mahasiswa Ikom Dalam Meraih Juara Pada PILMAPRES PTMA
April 15, 2023By
Battle of Agencies Berakhir, Selamat Kepada Para Pemenang!
March 6, 2023By
Top! Lagi Lagi Mahasiswa Ikom Borong Medali Juara Dalam Kejuaraan Karate Nasional
February 20, 2023By
Selamat! Mahasiswa Ikom Umsida Raih 3 Medali Dalam Kejuaraan Renang Tingkat Nasional
February 7, 2023By
Berbagai Film Karya Anak Bangsa Ditampilkan Di CSFC 2023
January 17, 2023By
Ikuti Turnamen Offline Perdana Setelah Pandemi, Shinta Berhasil Membawa Pulang Dua Piala
October 17, 2022By